"Pemasaran ayam kampung masih stagnan atau pada konsumen yang memang fanatik pada daging ayam kampung. Kalau untuk produksi, sebenarnya sudah banyak bahkan peternak siap untuk memproduksi sebanyak-banyaknya asal permintaan pasar jelas," ujar drh Djodi Singgih S, peternak ayam kampung kepada MedanBisnis, akhir pekan lalu.
Ia yang mempunyai peternakan ayam kampung di Mariendal I Jalan Riwayat Medan ini, memiliki 6.000 ekor ayam kampung dan telah mengembangkan ternak ayam kampung sejak tiga tahun lalu. Untuk harga ayam kampung, dikatakan Djodi, selalu berada pada posisi stagnan, berkisar Rp 25.000 hingga Rp 35.000 per kg sehingga peluang bisnisnya menguntungkan.
Namun yang masih menjadi kendala, peternak agak sulit menemukan pasar dengan permintaan yang besar dan tetap. "Kalau untuk produksi, sebenarnya peternak siap menyuplai banyak daging dan telur ayam kampung," katanya lagi.
Ia sendiri sudah memiliki 30 peternak binaan di Sumatera Utara (Sumut) dengan rata-rata peternak mempunyai ribuan ayam kampung yang berkualitas perbulannya.
"Peminat daging ayam kampung sebenarnya meningkat. Tapi kalau dibandingkan di Pulau Jawa, permintaan di Medan dan Sumut pada umumnya masih sedikit. Di sini belum ada rumah makan yang secara khusus menyajikan menu ayam kampung," katanya yang juga Pembina Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia Sumut.
Pengembangan ayam kampung ini, sudah seharusnya meluas karena dengan keunggulan-keunggulan yang dimiliki daging ayam kampung serta lebih ekonomis karena langsung dari peternak sendiri atau tidak melalui agen dan lewat pasar. Jadi, tidak keliru jika banyak orang tertarik memulai usaha pembesaran ayam kampung pedaging. Umumnya, para peternak ayam kampung pemula mengawali usahanya dengan beternak ayam kampung pedaging.
Diirincikan Djodi, seperti kota-kota di Jawa, ayam kampung yang digemari konsumen adalah ayam kampung dengan berat hidup 0,8 kg hingga 0,9 kg. "Sedangkan untuk di sini (Sumut-red), kita menawarkan ayam kampung yang memiliki berat badan 0,8 kg dengan harga Rp 30.000 per ekor dan dapat dipotong atau dibelah empat," jelasnya.
Harga tersebut aku Djodi, sudah termasuk ongkos pemotongan dan pengantaran. Dengan begitu akan menguntungkan dan memajukan usaha rumah makan yang spesial menyediakan daging ayam kampung," tutur Djodi.
Dengan begitu, bagi pengusaha kuliner yang menyediakan menu daging ayam kampung akan tetap memperoleh keuntungan. Ditambah lagi peminat daging ayam kampung sebenarnya juga bertambah banyak karena bisa menjadi trend bagi masyarakat kota yang memang sudah mementingkan kualitas menu makanannya.
"Kembali ke awal atau back to nature itu sudah dilakukan banyak masyarakat modern saat ini, tidak hanya beras organik namun juga daging ayam yang dikonsumsinya juga harus lebih sehat, bercitarasa tinggi dan memiliki kandungan bahan-bahan yang alami atau bebas tanpa bahan merugikan kesehatan seperti hormon dan antibiotik," tuturnya.
Untuk mengembangkan bisnis ayam kampung ini, Djodi memberi kesempatan peluang bisnis kepada peternak binaannya yakni khusus menyediakan telur ayam kampung, daging dan anak ayam. Jadi, penataan bisnisnya lebih teratur dan bisa menjamin suplai permintaan pasar sehingga tidak terjadi kekurangan produksi.
"Dengan sistem ini, akan memenej produksi yang dibutuhkan pasar. Jadi, meski permintaan banyak kita tetap bisa menyuplai daging ayam kampung ataupun telurnya. Kita siap jika nanti banyak permintaan secara kontiniu dan kualitas yang tetap tinggi," pungkasnya.
Sumber:
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/11/12/124270/ayam_kampung_untuk_orang_kota/#.UKL9FoYY3NE
Post a Comment